Sinopsis Robohnya Surau Kami Cerpen 1955
Di sebuah desa, hidup seorang kakek tua yang tinggal di surau desa. Sudah bertahun-tahun dia tinggal di surau itu sebagai penjaga surau. Karena hidup sebatang kara, dia harus menggantungkan hidupnya dari upah mengasah pisau.
Biasanya masyarakat yang meminta bantuannya mengasah pisau akan memberinya sambal, rokok, ataupun sedikit uang. Tidak sedikit juga yang hanya memberinya ucapan terima kasih dan segaris senyuman. Enam bulan sekali dia mendapatkan ikan hasil pemunggahan dari kolam ikan mas yang ada di depan surau, selain itu setahun sekali ia mendapatkan fitrah Id dari orang-orang yang tinggal disekitarnya.
Dia memiliki keyakinan bahwa materi bukanlah segala-galanya dan dia berpikir lebih baik ia memikirkan kehidupan nanti di akhirat dari pada kehidupan sekarang di dunia. Kakek tersebut taat beribadah sampai-sampai melupakan semua kebutuhan duniawinya.
Suatu hari Ajo Sidi menemui Kakek di surau. Ajo Sidi dikenal sebagai seorang pembual desa yang sering menceritakan kisah-kisah yang pelaku-pelaku dalam kisah tersebut adalah orang-orang yang menurutnya mempunyai kesamaan perilaku dengan tokoh yang ada di dalam kisah karangannya.
Biasanya Ajo Sidi akan menceritakan kisah yang sifatnya menghina orang yang sedang ia ajak bicara. Namun kelebihan yang dia miliki adalah, dia merupakan orang yang suka bekerja keras karena hampir sepanjang waktunya dia habiskan untuk bekerja. Ajo Sidi menceritakan kisah tentang Haji Saleh, seorang alim yang seumur hidupnya dia habiskan untuk ibadah namun di akhirat Haji Saleh tetap saja masuk ke neraka.
Dalam cerita karangan Ajo Sidi, Tuhan marah kepada Haji Saleh karena dia terlalu egois sehingga mengabaikan kebutuhan keluarganya di dunia karena terlalu sibuk mengejar kehidupan indah di surga nantinya. Kakek merasa marah dan tersinggung karena cerita Ajo Sidi, tidak hanya itu, Kakek juga jadi pendiam dan kelihatan murung setelah pertemuannya dengan Ajo Sidi.
Di Surau yang merupakan tempat tinggalnya itu Kakek hanya duduk dan termenung memikirkan cerita yang beberapa hari lalu didengarnya itu. Entah bagaimana Kakek merasa bersalah dan sangat berdosa, hingga pada suatu hari Kakek ditemukan telah mati bunuh diri di surau.
Dia menggorok lehernya menggunakan pisau yang sebelumnya dia tujukan untuk menggorok leher Ajo Sidi demi melampiaskan kemarahannya. Ketika Ajo Sidi dicari untuk dimintai pertanggung jawabannya, Ajo Sidi malah tidak ada di rumahnya karena dia sedang pergi bekerja seperti biasanya. Dia hanya menitipkan pesan pada istrinya untuk membelikan tujuh lapis kain kafan untuk Kakek.